#: locale=id-ID ## Tour ### Description tour.description = Semesta dan Angan ### Title tour.name = Semesta dan Angan ## Skin ### Button Button_FB10F717_E971_614E_41B7_65D4CEF0BD23.label = english Button_FB10F717_E971_614E_41B7_65D4CEF0BD23.pressedLabel = english Button_FB10F717_E971_614E_41B7_65D4CEF0BD23_mobile.label = english Button_FB10F717_E971_614E_41B7_65D4CEF0BD23_mobile.pressedLabel = english Button_FF9A0524_E9B3_6142_41E0_74509B173568.label = indonesia Button_FF9A0524_E9B3_6142_41E0_74509B173568.pressedLabel = indonesia Button_FF9A0524_E9B3_6142_41E0_74509B173568_mobile.label = indonesia Button_FF9A0524_E9B3_6142_41E0_74509B173568_mobile.pressedLabel = indonesia ### Dropdown DropDown_880C664F_B9EF_F9C3_41E6_7AA8922D5101.label = Seni dan Sejarah Lanskap DropDown_967B2CCC_B923_EAC6_41B6_1930CB6A16E2_mobile.label = Kemajuan Teknologi dan Perubahan Strategi DropDown_96984497_B920_B943_41DA_BCF821AD976E_mobile.label = Seni Jalanan DropDown_96ADA9D8_B920_6ACE_41C2_61358FA91A22_mobile.label = Multisemesta dan masa depan DropDown_96C5DE71_B920_69DF_41D0_7936A608A6F0.label = Seni dan Jalanan DropDown_96CF458F_B920_5B43_41DE_283A038325CD_mobile.label = Seni dan Inklusivitas DropDown_96F6B8FA_B9DF_AACD_41AC_64E111A5CF90.label = Kemajuan Teknologi dan Perubahan Strategi DropDown_970BD02F_B920_5942_41E5_C73A88FE1574_mobile.label = Seni Kejenakaan DropDown_9759351A_B9E1_DB42_41CD_829950F5A605.label = Seni dan Inklusivitas DropDown_979949D5_B920_EAC7_41D4_78B1C9337261_mobile.label = Menghilangkan Jarak DropDown_97A9EA8F_B920_E942_41D4_6349C8922211.label = Seni Kejenakaan DropDown_97ABD7EC_B920_66C6_41D7_F37374D82F6B_mobile.label = Seni dan Sejarah Lanskap DropDown_97CD8A56_B921_A9C2_41E4_11828DC03211.label = Menghilangkan Jarak DropDown_97E92F20_B9E0_677E_41CD_3E8BE6BAA625.label = Multisemesta dan masa depan DropDown_AB30C94B_BC80_6C73_41DC_3030202F0079.prompt = Semesta dan Angan DropDown_AB30C94B_BC80_6C73_41DC_3030202F0079_mobile.prompt = Semesta dan Angan ### Multiline Text HTMLText_3D083EE9_2920_CEF0_41B9_E7099C154C00_mobile.html =
Barbara KRUGER
(l. Amerika Serikat, 1945)


Tanpa Judul (Percaya/Berkomitmen) (2019)


Cetak di atas vinil
243.8 × 254 cm


Koleksi milik Museum MACAN
HTMLText_3D08AEF2_2920_CED0_41A0_BC50E2181B18_mobile.html =
Pada Untitled (Believe/Commit) (2019), perupa Amerika Serikat, Barbara Kruger (l. 1945, Amerika Serikat) memperlihatkan foto tangan seorang pria yang memegang sebutir peluru dengan slogan “Believe Absurdity Commit Atrocity" (“Percaya Absurditas Lakukan Kehancuran”). Di pinggir kiri dan kanan terdapat kata-kata berbunyi “Don’t Make Me Laugh” (“Jangan Buatku Tertawa”) dan “Don’t Make Me Cry” (“Jangan Buatku Menangis”). Kalimat ini mengacu pada tulisan filsuf dan penulis Prancis, Voltaire. Dalam publikasinya tahun 1765 yang berjudul Questions sur les Miracles, Voltaire menyatakan "Those who can make you believe absurdities, can make you commit atrocities." (“Mereka yang dapat membuatmu percaya pada absurditas, dapat membuatmu melakukan kehancuran”). Untitled (Believe/Commit) (2019) merupakan panggilan untuk berpikir kritis pada masyarakat kita dan peringatan mengenai dampak apabila kita tidak melakukannya.
HTMLText_3D8C12FD_2960_D6D0_41B5_7779A9F15DC3.html =
Barbara KRUGER
(I. Amerika Serikat, 1945)


Tanpa Judul (Percaya/Berkomitmen) (2019)


Cetak di atas vinil
243.8 x 254 cm


Koleksi milik Museum MACAN
HTMLText_3D8D1300_2960_D730_4187_C8116EB697D0.html =
Pada Untitled (Believe/Commit) (2019), perupa Amerika Serikat, Barbara Kruger (l. 1945, Amerika Serikat) memperlihatkan foto tangan seorang pria yang memegang sebutir peluru dengan slogan “Believe Absurdity Commit Atrocity" (“Percaya Absurditas Lakukan Kehancuran”). Di pinggir kiri dan kanan terdapat kata-kata berbunyi “Don’t Make Me Laugh” (“Jangan Buatku Tertawa”) dan “Don’t Make Me Cry” (“Jangan Buatku Menangis”). Kalimat ini mengacu pada tulisan filsuf dan penulis Prancis, Voltaire. Dalam publikasinya tahun 1765 yang berjudul Questions sur les Miracles, Voltaire menyatakan "Those who can make you believe absurdities, can make you commit atrocities." (“Mereka yang dapat membuatmu percaya pada absurditas, dapat membuatmu melakukan kehancuran”). Untitled (Believe/Commit) (2019) merupakan panggilan untuk berpikir kritis pada masyarakat kita dan peringatan mengenai dampak apabila kita tidak melakukannya.
HTMLText_C26583EE_DFD2_4EEB_41E9_9E373E749535.html =
Karya Potret Diri Sebagai Kaum Munafik (2017) ciptaan Tisna Sanjaya (l. 1958, Indonesia) merupakan saksi objek, atau artefak dari karya performans dua jam yang ditampilkan oleh sang perupa di Museum MACAN tahun 2017. Dalam performans tersebut, sang perupa menyusun 33 sajadah di atas tumpukan bubuk arang. Angka 33 merepresentasikan angka dalam dzikir. Dalam performansnya, Tisna Sanjaya berbaring di atas sajadah dan meminta pengunjung untuk menaburkan berbagai jenis rempah pada tubuhnya yang menghasilkan siluet tubuhnya. Penggunaan rempah, yang meliputi kayu manis, kunyit dan pala, merepresentasikan kekayaan alam yang menyebar di kepulauan Indonesia serta keragaman budaya dan sejarahnya. Tisna juga melakukan gestur yang menyerupai ritual seperti mencuci kaki pengunjung di akhir performans.
HTMLText_C26583EE_DFD2_4EEB_41E9_9E373E749535_mobile.html =
Karya Potret Diri Sebagai Kaum Munafik (2017) ciptaan Tisna Sanjaya (l. 1958, Indonesia) merupakan saksi objek, atau artefak dari karya performans dua jam yang ditampilkan oleh sang perupa di Museum MACAN tahun 2017. Dalam performans tersebut, sang perupa menyusun 33 sajadah di atas tumpukan bubuk arang. Angka 33 merepresentasikan angka dalam dzikir. Dalam performansnya, Tisna Sanjaya berbaring di atas sajadah dan meminta pengunjung untuk menaburkan berbagai jenis rempah pada tubuhnya yang menghasilkan siluet tubuhnya. Penggunaan rempah, yang meliputi kayu manis, kunyit dan pala, merepresentasikan kekayaan alam yang menyebar di kepulauan Indonesia serta keragaman budaya dan sejarahnya. Tisna juga melakukan gestur yang menyerupai ritual seperti mencuci kaki pengunjung di akhir performans.
HTMLText_C6C0DBCC_DFAF_DF2F_41C0_F6C676AC2AD5.html =
Sigmar Polke (l. 1941, Polandia) kerap diasosiasikan dengan Capitalist Realism, sebuah gerakan yang dimulai di Jerman pada 1960-an. Serupa dengan Pop Art Amerika dan negara lainnya yang menggabungkan citraan dari budaya populer dan iklan, Capitalist Realism mencerminkan pergeseran situasi sosial dan ekonomi Jerman pasca Perang Dunia II. The Young Acrobat (2000) merupakan bagian dari sepuluh seri karya yang dibuat oleh Polke dengan mesin fotokopi. Dalam karya ini, Polke memanipulasi gambar acuan dengan memutar, menarik, dan mendorong gambar tersebut saat proses fotokopi berlangsung, alhasil terciptalah motif-motif baru yang membentuk 30 buah fotokopi dalam karya ini. Gambar aslinya berasal dari karya H. Thiriat, yang diambil dari sebuah buku permainan anak berjudul Kolumbus-Eier (Telur Kolumbus). Penggunaan buku tersebut juga menandakan ketertarikan filosofis di Jerman pada masa itu mengenai gagasan postmodern tentang otentisitas, seperti soal gambar asli dan salinan, dan implikasi perkembangan pengetahuan dan bentuk budaya baru.
HTMLText_C6C0DBCC_DFAF_DF2F_41C0_F6C676AC2AD5_mobile.html =
Sigmar Polke (l. 1941, Polandia) kerap diasosiasikan dengan Capitalist Realism, sebuah gerakan yang dimulai di Jerman pada 1960-an. Serupa dengan Pop Art Amerika dan negara lainnya yang menggabungkan citraan dari budaya populer dan iklan, Capitalist Realism mencerminkan pergeseran situasi sosial dan ekonomi Jerman pasca Perang Dunia II. The Young Acrobat (2000) merupakan bagian dari sepuluh seri karya yang dibuat oleh Polke dengan mesin fotokopi. Dalam karya ini, Polke memanipulasi gambar acuan dengan memutar, menarik, dan mendorong gambar tersebut saat proses fotokopi berlangsung, alhasil terciptalah motif-motif baru yang membentuk 30 buah fotokopi dalam karya ini. Gambar aslinya berasal dari karya H. Thiriat, yang diambil dari sebuah buku permainan anak berjudul Kolumbus-Eier (Telur Kolumbus). Penggunaan buku tersebut juga menandakan ketertarikan filosofis di Jerman pada masa itu mengenai gagasan postmodern tentang otentisitas, seperti soal gambar asli dan salinan, dan implikasi perkembangan pengetahuan dan bentuk budaya baru.
HTMLText_C7FE1704_DF6E_571F_41B2_70C4E84B26A7.html =
Dalam karya Photon Highway (2017), perupa Indonesia Bandu Darmawan (l.1989, Indonesia) mengundang pengunjung untuk menjadi bagian dari karyanya. Ia memproyeksikan video bayangan manusia pada tembok galeri. Di depan tembok terdapat dua kursi lipat yang dapat diduduki pengunjung untuk berinteraksi dengan bayangan yang tampak duduk di depannya. Penonton mengalami kontradiksi karena mereka tampak berinteraksi dengan figur tak terlihat yang keberadaannya hanya dapat dilihat dari bayangannya. Jukstaposisi antara gambar yang direkam di masa lalu dan bayangan penonton yang dihasilkan saat ini mengajukan beberapa gagasan tentang persepsi realitas dan bagaimana kita menginterpretasikan situasi di sekitar kita.
HTMLText_C7FE1704_DF6E_571F_41B2_70C4E84B26A7_mobile.html =
Dalam karya Photon Highway (2017), perupa Indonesia Bandu Darmawan (l.1989, Indonesia) mengundang pengunjung untuk menjadi bagian dari karyanya. Ia memproyeksikan video bayangan manusia pada tembok galeri. Di depan tembok terdapat dua kursi lipat yang dapat diduduki pengunjung untuk berinteraksi dengan bayangan yang tampak duduk di depannya. Penonton mengalami kontradiksi karena mereka tampak berinteraksi dengan figur tak terlihat yang keberadaannya hanya dapat dilihat dari bayangannya. Jukstaposisi antara gambar yang direkam di masa lalu dan bayangan penonton yang dihasilkan saat ini mengajukan beberapa gagasan tentang persepsi realitas dan bagaimana kita menginterpretasikan situasi di sekitar kita.
HTMLText_D5AC0F65_DA7E_09BF_41AC_238742F10590.html =
Tahun 1980 di New York, terjadi ledakan eksperimentasi kreatif pada mode, performans, dan musik. Keith Haring (l. 1958, Amerika Serikat) terkait erat dengan cabang seni yang sedang berkembang ini dan terlibat dalam budaya jalanan dan klab malam New York. Karyanya menggambarkan berbagai arus sosio-politik di masa itu, mengangkat isu diskriminasi, konsumerisme, politik Queer, dan dampak krisis AIDS.


Portrait of Grace Jones (1986) menggambarkan penyanyi/penulis lagu, model, dan aktris kelahiran Jamaika, Grace Jones (l. 1948, Jamaika), yang sejak awal 1980an mulai acap menjadi kolaborator Haring. Grace Jones dikenal dengan gayanya yang androgini, penampilan avant-garde, sekaligus seorang bagian dari medan seni rupa dan sosial New York pada 1980-an. Selama hidupnya, Haring berkolaborasi dengan Grace Jones beberapa kali, ia menciptakan beberapa desain rias dan kostum ikoniknya yang menggabungkan piktogram grafiti dengan corak-corak tribal, yang ia lukiskan langsung di atas tubuh sang penyanyi. Kolaborasi ini terekam dalam sejumlah klip film Jones, termasuk ketika Jones berperan sebagai seorang ratu vampir dalam film “The Vamp” (1986), dan dalam video musik Jones, “I’m Not Perfect (But I’m Perfect for You).”
HTMLText_D5AC0F65_DA7E_09BF_41AC_238742F10590_mobile.html =
Tahun 1980 di New York, terjadi ledakan eksperimentasi kreatif pada mode, performans, dan musik. Keith Haring (l. 1958, Amerika Serikat) terkait erat dengan cabang seni yang sedang berkembang ini dan terlibat dalam budaya jalanan dan klab malam New York. Karyanya menggambarkan berbagai arus sosio-politik di masa itu, mengangkat isu diskriminasi, konsumerisme, politik Queer, dan dampak krisis AIDS.


Portrait of Grace Jones (1986) menggambarkan penyanyi/penulis lagu, model, dan aktris kelahiran Jamaika, Grace Jones (l. 1948, Jamaika), yang sejak awal 1980an mulai acap menjadi kolaborator Haring. Grace Jones dikenal dengan gayanya yang androgini, penampilan avant-garde, sekaligus seorang bagian dari medan seni rupa dan sosial New York pada 1980-an. Selama hidupnya, Haring berkolaborasi dengan Grace Jones beberapa kali, ia menciptakan beberapa desain rias dan kostum ikoniknya yang menggabungkan piktogram grafiti dengan corak-corak tribal, yang ia lukiskan langsung di atas tubuh sang penyanyi. Kolaborasi ini terekam dalam sejumlah klip film Jones, termasuk ketika Jones berperan sebagai seorang ratu vampir dalam film “The Vamp” (1986), dan dalam video musik Jones, “I’m Not Perfect (But I’m Perfect for You).”
HTMLText_E2270CC3_FA7D_F492_41D1_07D960C15BDF.html =



Tisna Sanjaya
(I. Indonesia, 1958)


Potret Diri Sebagai Kaum Munafik (2017)


33 sajadah, 2 kanvas, pakaian, botol air
Sajadah : 133 x 57 cm (masing-masing)
Kanvas : 200 x 150 cm (masing-masing)


Koleksi milik Museum MACAN
© Tisna Sanjaya



HTMLText_E2270CC3_FA7D_F492_41D1_07D960C15BDF_mobile.html =
Tisna Sanjaya
(I. Indonesia, 1958)


Potret Diri Sebagai Kaum Munafik (2017)


33 sajadah, 2 kanvas, pakaian, botol air
Sajadah : 133 x 57 cm (masing-masing)
Kanvas : 200 x 150 cm (masing-masing)


Koleksi milik Museum MACAN
© Tisna Sanjaya



HTMLText_E2A0E7B0_F709_93FD_41E5_BE1AB9C35BCF.html =



Tentang Pameran


Kata samasta dalam Bahasa Sansekerta, dan semesta dalam Bahasa Indonesia, dapat didefinisikan sebagai seluruhnya, sepenuhnya, segalanya – sebuah kata yang berarti ‘segala sesuatu.’ Dalam Bahasa Inggris, istilah multiverse mengacu pada sebuah gagasan ilmiah teoritis tentang realitas yang mencakup alam semesta paralel dalam jumlah yang tak terbatas, mengajukan sebuah pemikiran tentang adanya alam semesta lain di luar alam semesta kita. Pameran ‘Semesta dan Angan’ / ‘Multiverses and Dreams‘ menyatukan sepilihan karya-karya lintas budaya yang berasal dari koleksi Museum MACAN. Karya-karya ini mengungkapkan beragam perspektif perupa, di saat mereka merenungkan tentang apa yang nyata, dan ekspresi mereka akan realitas majemuk dan subjektif yang membentuk pemahaman kita tentang dunia di sekitar kita.


Bagaimana para perupa merespons lingkungan mereka adalah cerminan dari sejarah budaya dan sosial dari kota-kota dan periode-periode ketika para perupa menciptakan karya mereka. Sepilihan karya seni dari Indonesia, Asia Tenggara, Amerika Utara, Eropa, dan Tiongkok menyoroti peran perupa dalam memanfaatkan dan menggulingkan cara berpikir yang dominan. Hal ini mencerminkan perubahan sosial dan budaya yang terjadi sepanjang akhir abad ke-20 hingga kini, dan banyak perbincangan mendesak mengenai pergeseran-pergeseran yang terjadi di bidang teknologi, keadilan sosial dan lingkungan, peran perempuan, keragaman ras dan ekonomi yang dinegosiasikan oleh perupa. Perpaduan sudut pandang lintas waktu dan budaya ini melibatkan kita sebagai audiens untuk mempertanyakan kembali perspektif kita sendiri dan membayangkan narasi yang berbeda bagi masa depan kita
HTMLText_E2A0E7B0_F709_93FD_41E5_BE1AB9C35BCF_mobile.html =



Tentang Pameran


Kata samasta dalam Bahasa Sansekerta, dan semesta dalam Bahasa Indonesia, dapat didefinisikan sebagai seluruhnya, sepenuhnya, segalanya – sebuah kata yang berarti ‘segala sesuatu.’ Dalam Bahasa Inggris, istilah multiverse mengacu pada sebuah gagasan ilmiah teoritis tentang realitas yang mencakup alam semesta paralel dalam jumlah yang tak terbatas, mengajukan sebuah pemikiran tentang adanya alam semesta lain di luar alam semesta kita. Pameran ‘Semesta dan Angan’ / ‘Multiverses and Dreams‘ menyatukan sepilihan karya-karya lintas budaya yang berasal dari koleksi Museum MACAN. Karya-karya ini mengungkapkan beragam perspektif perupa, di saat mereka merenungkan tentang apa yang nyata, dan ekspresi mereka akan realitas majemuk dan subjektif yang membentuk pemahaman kita tentang dunia di sekitar kita.


Bagaimana para perupa merespons lingkungan mereka adalah cerminan dari sejarah budaya dan sosial dari kota-kota dan periode-periode ketika para perupa menciptakan karya mereka. Sepilihan karya seni dari Indonesia, Asia Tenggara, Amerika Utara, Eropa, dan Tiongkok menyoroti peran perupa dalam memanfaatkan dan menggulingkan cara berpikir yang dominan. Hal ini mencerminkan perubahan sosial dan budaya yang terjadi sepanjang akhir abad ke-20 hingga kini, dan banyak perbincangan mendesak mengenai pergeseran-pergeseran yang terjadi di bidang teknologi, keadilan sosial dan lingkungan, peran perempuan, keragaman ras dan ekonomi yang dinegosiasikan oleh perupa. Perpaduan sudut pandang lintas waktu dan budaya ini melibatkan kita sebagai audiens untuk mempertanyakan kembali perspektif kita sendiri dan membayangkan narasi yang berbeda bagi masa depan kita
HTMLText_E367E140_F907_EC9E_41E3_11F75CDB647C.html =



Olafur ELIASSON
(I. Denmark, 1967)


Multisemesta dan masa depan (2017)


Baja tahan karat, cermin, cat (hitam)
Kaleidoskop persegi : 186 x 82 x 150 cm
Kaleidoskop segitiga : 188,5 x 95 x 150 cm
Kaleidoskop heksagonal : 187,5 x 84,5 x 150 cm
Kaleidoskop belah ketupat : 193,5 x 87 x 150 cm


Koleksi milik Museum MACAN
HTMLText_E367E140_F907_EC9E_41E3_11F75CDB647C_mobile.html =
Olafur ELIASSON
(I. Denmark, 1967)


Multisemesta dan masa depan (2017)


Baja tahan karat, cermin, cat (hitam)
Kaleidoskop persegi : 186 x 82 x 150 cm
Kaleidoskop segitiga : 188,5 x 95 x 150 cm
Kaleidoskop heksagonal : 187,5 x 84,5 x 150 cm
Kaleidoskop belah ketupat : 193,5 x 87 x 150 cm


Koleksi milik Museum MACAN
HTMLText_EDB237DB_FA6C_34B1_41CF_54F122C526C4.html =


Sigmar POLKE
(I. Polandia, 1941)


Pemain Akrobat Muda (2000)


30 fotokopi yang dimanipulasi
42.6 x 29.9 cm (masing-masing)


Koleksi milik Museum MACAN
© The Estate of Sigmar Polke, Cologne / VG Bild-Kunst, Bonn 2021
HTMLText_EDB237DB_FA6C_34B1_41CF_54F122C526C4_mobile.html =
Sigmar POLKE
(I. Polandia, 1941)


Pemain Akrobat Muda (2000)


30 fotokopi yang dimanipulasi
42.6 x 29.9 cm (masing-masing)


Koleksi milik Museum MACAN
© The Estate of Sigmar Polke, Cologne / VG Bild-Kunst, Bonn 2021
HTMLText_EDE99CF3_FA54_F471_41DF_67B5F9102769.html =


Bandu Darmawan
(I./b. Indonesia, 1989)


Photon Highway (2017)
Jalan Raya Foton


Dua kursi lipat dan proyeksi video kanal tunggal
Two folding chairs and one single-channel video projection
Dimensi bervariasi/ Variable dimensions


Koleksi milik / Collection of Museum MACAN
© Bandu Darmawan
HTMLText_EDE99CF3_FA54_F471_41DF_67B5F9102769_mobile.html =


Bandu Darmawan
(I./b. Indonesia, 1989)


Photon Highway (2017)
Jalan Raya Foton


Dua kursi lipat dan proyeksi video kanal tunggal
Two folding chairs and one single-channel video projection
Dimensi bervariasi/ Variable dimensions


Koleksi milik / Collection of Museum MACAN
© Bandu Darmawan
HTMLText_EF2A913F_F9BC_0DF2_41E6_E2CAE4E16DE4.html =
Keith HARING
(I. Amerika Serikat, 1958-1990)


Potret of Grace Jones (1986)
Cat akrilik dan cat minyak di atas terpal kanvas
250 x 370 cm


Koleksi milik Museum MACAN
© Haring Foundation
HTMLText_EF2A913F_F9BC_0DF2_41E6_E2CAE4E16DE4_mobile.html =
Keith HARING
(I. Amerika Serikat, 1958-1990)


Potret of Grace Jones (1986)


Cat akrilik dan cat minyak di atas terpal kanvas
250 x 370 cm


Koleksi milik Museum MACAN
© Haring Foundation
HTMLText_F21A85CE_EAE7_C712_41EA_DA5DF03C10A4.html =



Menghilangkan Jarak


Pop Art muncul di Inggris dan Amerika Serikat pada 1950-an dan 1960-an sebagai reaksi terhadap popularitas gerakan Abstrak Ekspresionisme di masa itu. Dengan penggunaan citraan yang mudah dikenali, yang diambil dari iklan dan media, Pop Art menandakan sebuah cara berpikir baru tentang seni dalam hal bentuk dan kapasitasnya untuk berkomunikasi. Pop Art keluar dari seni di masa sebelumnya karena berusaha untuk mengangkat status budaya populer ke ranah budaya tinggi dan menghilangkan jarak antara seni dan masyarakat luas.


James Rosenquist (l. 1933, Amerika Serikat) merupakan salah satu tokoh penting dalam gerakan Pop Art. Terlatih sebagai pelukis baliho, lukisan-lukisan Rosenquist merupakan kolase dari potongan budaya kontemporer yang diiringi dengan perspektif kritis terhadap politik dan ‘kebenaran’ dalam citraan periklanan. Pada Desert (tahun tidak diketahui), kita melihat gambaran benda keseharian dan citraan populer dari iklan seperti piring bekas pasta, kuda, bibir merona dari gadis pin-up, seorang perempuan yang melayang dan mengenakan bikini dan juga katrol, yang semuanya dapat diasosiasikan dengan budaya populer Amerika.


Andy Warhol (l. 1928, Amerika Serikat), perupa yang sering dipadankan dengan kata Pop Art, dikenal dengan berbagai citraan sablon yang diambil dari koran dan iklan. Two Colored Marilyn (Reversal) (1979) menggambarkan bintang film ikonik Amerika, Marilyn Monroe dan yang mengacu pada gambar foto publikasi dari film Niagara (1853) yang dibintanginya.





HTMLText_F21A85CE_EAE7_C712_41EA_DA5DF03C10A4_mobile.html =



Menghilangkan Jarak


Pop Art muncul di Inggris dan Amerika Serikat pada 1950-an dan 1960-an sebagai reaksi terhadap popularitas gerakan Abstrak Ekspresionisme di masa itu. Dengan penggunaan citraan yang mudah dikenali, yang diambil dari iklan dan media, Pop Art menandakan sebuah cara berpikir baru tentang seni dalam hal bentuk dan kapasitasnya untuk berkomunikasi. Pop Art keluar dari seni di masa sebelumnya karena berusaha untuk mengangkat status budaya populer ke ranah budaya tinggi dan menghilangkan jarak antara seni dan masyarakat luas.


James Rosenquist (l. 1933, Amerika Serikat) merupakan salah satu tokoh penting dalam gerakan Pop Art. Terlatih sebagai pelukis baliho, lukisan-lukisan Rosenquist merupakan kolase dari potongan budaya kontemporer yang diiringi dengan perspektif kritis terhadap politik dan ‘kebenaran’ dalam citraan periklanan. Pada Desert (tahun tidak diketahui), kita melihat gambaran benda keseharian dan citraan populer dari iklan seperti piring bekas pasta, kuda, bibir merona dari gadis pin-up, seorang perempuan yang melayang dan mengenakan bikini dan juga katrol, yang semuanya dapat diasosiasikan dengan budaya populer Amerika.


Andy Warhol (l. 1928, Amerika Serikat), perupa yang sering dipadankan dengan kata Pop Art, dikenal dengan berbagai citraan sablon yang diambil dari koran dan iklan. Two Colored Marilyn (Reversal) (1979) menggambarkan bintang film ikonik Amerika, Marilyn Monroe dan yang mengacu pada gambar foto publikasi dari film Niagara (1853) yang dibintanginya.





HTMLText_F2408AE5_EAE7_CD11_41EA_87BF8E056D30.html =



Seni Kejenakaan


Realisme Sosialis, sebuah bentuk seni yang diregulasi ketat diidealkan untuk kepentingan negara, mendominasi seni rupa kontemporer Tiongkok hingga 1978, ketika kebijakan Pintu Terbuka Deng Xiaoping mengakibatkan kontrol pemerintah terhadap seni dan budaya mulai melonggar. Para perupa Tiongkok mulai melihat dan mempelajari seni rupa dari Amerika Serikat dan Eropa serta mengembangkan gaya seni yang lebih idiosinkratis.


Persilangan antara budaya Tiongkok dan Barat pada 1980-an membawa para perupa kepada perdebatan tentang isu-isu seperti nasionalisme versus internasionalisme dan tradisi versus modernitas. Wacana-wacana baru mengenai peran dan nilai seni memunculkan beberapa gerakan yang diinisiasi oleh generasi perupa muda Tiongkok antara lain, the Stars Art Group; the 85 New Wave Movement; hingga kemunculan gerakan Cynical Realism dan Political Pop di tahun 1990-an.


Di sini ditampilkan beberapa karya dari tokoh penting gerakan Cynical Realism dan Political Pop. Pada karya 2001.09.23 (2001) ciptaan perupa Cynical Realism bernama Fang Lijun (l. 1963, Tiongkok), kita dapat melihat gambaran figur tersenyum yang berulang. Fang menggambarkan mereka melayang di atas horison, beberapa di antaranya tertawa dan yang lainnya tampak terkejut. Digambarkan tanpa gender, mereka merepresentasikan semacam keseragaman atau keacuhan terhadap sekitarnya – apakah mereka melayang atau terjatuh? Apakah ini gambaran kesenangan atau kebosanan terhadap pengulangan? Tarik-menarik antara humor dan kebosanan yang tampak pada karya-karya ini merefleksikan sinisme yang menjadi nama gerakan ini.


Kites (1993) ciptaan Yue Minjun (l. 1962, Tiongkok), merupakan salah satu karya penting di awal karirnya yang menggambarkan banyak figur tertawa melayang di udara. Figur-figur ini mengenakan kaus bergambar karya Henri de Toulouse-Lautrec berupa poster Aristide Bruant, seorang penyanyi kabaret, komedian, pemilik klab malam yang dikenal dengan lagu-lagunya yang menyuarakan perjuangan kaum miskin Prancis di abad ke-19. Lapisan referensi historis dan budaya tersebut, dalam gaya yang merepresentasikan kedataran pop serta mengandung satir dan kritik sosial juga dapat dilihat dalam karya Yu Youhan (l. 1943, Tiongkok). Mao and the Statue of Liberty (1995) menggabungkan poster propaganda Tiongkok dari masa Revolusi Kebudayaan dengan Patung Liberty, sebuah ikon budaya Barat. Karya Wang Guangyi (l. 1957, Tiongkok) berjudul Andy Warhol (2002) menampilkan garis-garis tebal, gestur heroik dan warna merah pekat – simbol Revolusi Kebudayaan yang disandingkan dengan salah satu ikon paling terkenal dari kebudayaan populer Amerika – perupa Andy Warhol. Penggunaan citraan periklanan dan kekaguman Warhol terhadap selebritas terlihat sebagai antitesis dari ideologi.



HTMLText_F2408AE5_EAE7_CD11_41EA_87BF8E056D30_mobile.html =



Seni Kejenakaan


Realisme Sosialis, sebuah bentuk seni yang diregulasi ketat diidealkan untuk kepentingan negara, mendominasi seni rupa kontemporer Tiongkok hingga 1978, ketika kebijakan Pintu Terbuka Deng Xiaoping mengakibatkan kontrol pemerintah terhadap seni dan budaya mulai melonggar. Para perupa Tiongkok mulai melihat dan mempelajari seni rupa dari Amerika Serikat dan Eropa serta mengembangkan gaya seni yang lebih idiosinkratis.


Persilangan antara budaya Tiongkok dan Barat pada 1980-an membawa para perupa kepada perdebatan tentang isu-isu seperti nasionalisme versus internasionalisme dan tradisi versus modernitas. Wacana-wacana baru mengenai peran dan nilai seni memunculkan beberapa gerakan yang diinisiasi oleh generasi perupa muda Tiongkok antara lain, the Stars Art Group; the 85 New Wave Movement; hingga kemunculan gerakan Cynical Realism dan Political Pop di tahun 1990-an.


Di sini ditampilkan beberapa karya dari tokoh penting gerakan Cynical Realism dan Political Pop. Pada karya 2001.09.23 (2001) ciptaan perupa Cynical Realism bernama Fang Lijun (l. 1963, Tiongkok), kita dapat melihat gambaran figur tersenyum yang berulang. Fang menggambarkan mereka melayang di atas horison, beberapa di antaranya tertawa dan yang lainnya tampak terkejut. Digambarkan tanpa gender, mereka merepresentasikan semacam keseragaman atau keacuhan terhadap sekitarnya – apakah mereka melayang atau terjatuh? Apakah ini gambaran kesenangan atau kebosanan terhadap pengulangan? Tarik-menarik antara humor dan kebosanan yang tampak pada karya-karya ini merefleksikan sinisme yang menjadi nama gerakan ini.


Kites (1993) ciptaan Yue Minjun (l. 1962, Tiongkok), merupakan salah satu karya penting di awal karirnya yang menggambarkan banyak figur tertawa melayang di udara. Figur-figur ini mengenakan kaus bergambar karya Henri de Toulouse-Lautrec berupa poster Aristide Bruant, seorang penyanyi kabaret, komedian, pemilik klab malam yang dikenal dengan lagu-lagunya yang menyuarakan perjuangan kaum miskin Prancis di abad ke-19. Lapisan referensi historis dan budaya tersebut, dalam gaya yang merepresentasikan kedataran pop serta mengandung satir dan kritik sosial juga dapat dilihat dalam karya Yu Youhan (l. 1943, Tiongkok). Mao and the Statue of Liberty (1995) menggabungkan poster propaganda Tiongkok dari masa Revolusi Kebudayaan dengan Patung Liberty, sebuah ikon budaya Barat. Karya Wang Guangyi (l. 1957, Tiongkok) berjudul Andy Warhol (2002) menampilkan garis-garis tebal, gestur heroik dan warna merah pekat – simbol Revolusi Kebudayaan yang disandingkan dengan salah satu ikon paling terkenal dari kebudayaan populer Amerika – perupa Andy Warhol. Penggunaan citraan periklanan dan kekaguman Warhol terhadap selebritas terlihat sebagai antitesis dari ideologi.



HTMLText_F253EBCE_EAE7_C312_41D6_F9D286A7CA07.html =



Seni dan Inklusivitas


Michelangelo Pistoletto (l. 1933, Italia) dikaitkan dengan gerakan Arte Povera Italia yang muncul di Eropa Selatan pada akhir 1960-an. Dalam bahasa Italia, gerakan tersebut berarti “seni miskin” atau “seni kemiskinan,” mengacu pada penggunaan material sehari-hari seperti batu, kain, kertas, dan tali untuk menciptakan karya seni. Hal ini merupakan kritik terhadap situasi sosio-ekonomi di Italia sekaligus reaksi terhadap norma lukisan dan patung yang berlaku – seni tidak lagi memerlukan material ‘mewah’ seperti perunggu atau marmer tetapi bisa juga lebih dekat dengan kehidupan dan pengalaman keseharian.


La Ragazza della scala (1962 – 2005) merupakan salah satu lukisan cermin Pistoletto, seri yang dimulai pada 1961. Ia melukis potret dirinya pada kanvas hitam yang menghasilkan sifat reflektif. Ketika sang perupa dapat melihat dirinya sendiri pada potretnya merupakan titik eksplorasi penting dan membuatnya seri eksperimen untuk meraih tingkat refleksi tertinggi. Hasilnya merupakan lukisan pada baja tahan karat yang dipoles serupa cermin. Ketika melihat karya ini, para penonton tampak dalam bingkai karya dan, dengan begitu, menjadi bagian dari karya.


Bandu Darmawan (l.1989, Indonesia) juga melibatkan penonton ke dalam karyanya. Dalam Photon Highway (2017) Bandu memproyeksikan video bayangan manusia pada tembok galeri. Di depan tembok terdapat dua kursi lipat yang dapat diduduki pengunjung untuk berinteraksi dengan bayangan yang tampak duduk di depannya. Penonton mengalami kontradiksi karena mereka tampak berinteraksi dengan figur tak terlihat yang keberadaannya hanya dapat dilihat dari bayangannya. Jukstaposisi antara gambar yang direkam di masa lalu dan bayangan penonton yang dihasilkan saat ini mengajukan beberapa gagasan tentang persepsi realitas dan bagaimana kita menginterpretasikan situasi di sekitar kita.






HTMLText_F253EBCE_EAE7_C312_41D6_F9D286A7CA07_mobile.html =



Seni dan Inklusivitas


Michelangelo Pistoletto (l. 1933, Italia) dikaitkan dengan gerakan Arte Povera Italia yang muncul di Eropa Selatan pada akhir 1960-an. Dalam bahasa Italia, gerakan tersebut berarti “seni miskin” atau “seni kemiskinan,” mengacu pada penggunaan material sehari-hari seperti batu, kain, kertas, dan tali untuk menciptakan karya seni. Hal ini merupakan kritik terhadap situasi sosio-ekonomi di Italia sekaligus reaksi terhadap norma lukisan dan patung yang berlaku – seni tidak lagi memerlukan material ‘mewah’ seperti perunggu atau marmer tetapi bisa juga lebih dekat dengan kehidupan dan pengalaman keseharian.


La Ragazza della scala (1962 – 2005) merupakan salah satu lukisan cermin Pistoletto, seri yang dimulai pada 1961. Ia melukis potret dirinya pada kanvas hitam yang menghasilkan sifat reflektif. Ketika sang perupa dapat melihat dirinya sendiri pada potretnya merupakan titik eksplorasi penting dan membuatnya seri eksperimen untuk meraih tingkat refleksi tertinggi. Hasilnya merupakan lukisan pada baja tahan karat yang dipoles serupa cermin. Ketika melihat karya ini, para penonton tampak dalam bingkai karya dan, dengan begitu, menjadi bagian dari karya.


Bandu Darmawan (l.1989, Indonesia) juga melibatkan penonton ke dalam karyanya. Dalam Photon Highway (2017) Bandu memproyeksikan video bayangan manusia pada tembok galeri. Di depan tembok terdapat dua kursi lipat yang dapat diduduki pengunjung untuk berinteraksi dengan bayangan yang tampak duduk di depannya. Penonton mengalami kontradiksi karena mereka tampak berinteraksi dengan figur tak terlihat yang keberadaannya hanya dapat dilihat dari bayangannya. Jukstaposisi antara gambar yang direkam di masa lalu dan bayangan penonton yang dihasilkan saat ini mengajukan beberapa gagasan tentang persepsi realitas dan bagaimana kita menginterpretasikan situasi di sekitar kita.






HTMLText_F271F920_EAE7_CF0E_41EB_5041BCD1AC23.html =



Seni dan Jalanan


Tahun 1980 di New York, terjadi ledakan eksperimentasi kreatif pada mode, performans, dan musik. Keith Haring (l. 1958, Amerika Serikat) terkait erat dengan cabang seni yang sedang berkembang ini dan terlibat dalam budaya jalanan dan klab malam New York. Karyanya menggambarkan berbagai arus sosio-politik di masa itu, mengangkat isu diskriminasi, konsumerisme, politik Queer, dan dampak krisis AIDS.


Portrait of Grace Jones (1986) menggambarkan penyanyi/penulis lagu, model, dan aktris kelahiran Jamaika, Grace Jones (l. 1948, Jamaika). Grace Jones dikenal dengan gayanya yang androgini, penampilan avant-garde, sekaligus seorang bagian dari medan seni rupa dan sosial New York pada 1980-an. Selama hidupnya, Haring berkolaborasi dengan Grace Jones beberapa kali, ia menciptakan beberapa desain rias dan kostum ikoniknya yang menggabungkan piktogram grafiti dengan corak-corak tribal, yang ia lukiskan langsung di atas tubuh sang penyanyi. Kolaborasi ini terekam dalam sejumlah klip film Jones, termasuk ketika Jones berperan sebagai seorang vampir dalam film “The Vamp” (1986). Kolaborasi antara Haring dan Jones merupakan pernyataan kuat tentang pengaruh budaya jalanan pada bentuk-bentuk ekspresi budaya yang muncul di New York pada 1980-an.



HTMLText_F271F920_EAE7_CF0E_41EB_5041BCD1AC23_mobile.html =



Seni dan Jalanan


Tahun 1980 di New York, terjadi ledakan eksperimentasi kreatif pada mode, performans, dan musik. Keith Haring (l. 1958, Amerika Serikat) terkait erat dengan cabang seni yang sedang berkembang ini dan terlibat dalam budaya jalanan dan klab malam New York. Karyanya menggambarkan berbagai arus sosio-politik di masa itu, mengangkat isu diskriminasi, konsumerisme, politik Queer, dan dampak krisis AIDS.


Portrait of Grace Jones (1986) menggambarkan penyanyi/penulis lagu, model, dan aktris kelahiran Jamaika, Grace Jones (l. 1948, Jamaika). Grace Jones dikenal dengan gayanya yang androgini, penampilan avant-garde, sekaligus seorang bagian dari medan seni rupa dan sosial New York pada 1980-an. Selama hidupnya, Haring berkolaborasi dengan Grace Jones beberapa kali, ia menciptakan beberapa desain rias dan kostum ikoniknya yang menggabungkan piktogram grafiti dengan corak-corak tribal, yang ia lukiskan langsung di atas tubuh sang penyanyi. Kolaborasi ini terekam dalam sejumlah klip film Jones, termasuk ketika Jones berperan sebagai seorang vampir dalam film “The Vamp” (1986). Kolaborasi antara Haring dan Jones merupakan pernyataan kuat tentang pengaruh budaya jalanan pada bentuk-bentuk ekspresi budaya yang muncul di New York pada 1980-an.



HTMLText_F38BDE1A_EAE7_C532_41DC_A477956EE35B.html =



Karya Olafur Eliasson (l. 1967, Denmark) didorong oleh ketertarikannya pada persepsi, pergerakan, dan pengalaman manusia. Ia mencoba untuk membawa seni lebih dekat dengan keseharian; keterlibatan penonton dan sensasi pengalaman seseorang ketika berhadapan dengan karyanya merupakan komponen yang vital. Multiverses and futures (2017) terdiri dari empat perangkat optik yang disebut sebagai kaleidoskop, yang terbuat dari panel baja tahan karat dengan permukaan dalam yang dipoles hingga menjadi cermin. Kaleidoskop ini merefleksikan sekaligus membagi dunia di sekitar kita menjadi pemandangan dan pengalaman baru.


Eliasson telah membuat kaleidoskop sejak pertengahan 1990-an dan Multiverses and futures (2017) bersifat interaktif. Akan tetapi, presentasi kali ini telah disesuaikan dengan protokol jaga jarak yang membatasi interaksi fisik. Dalam kondisi normal, cincin baja di sekeliling lubang pengamatan digunakan untuk menggeser dan memutar ketika kita ingin melihat detil dunia sekitar. Kaleidoskop ini menghasilkan citraan yang terus-menerus berubah mengikuti pergerakan kita. Dengan begitu, sang perupa mengajak kita untuk memikirkan ulang hubungan antara individu dengan ruang di sekitarnya.
HTMLText_F38BDE1A_EAE7_C532_41DC_A477956EE35B_mobile.html =



Karya Olafur Eliasson (l. 1967, Denmark) didorong oleh ketertarikannya pada persepsi, pergerakan, dan pengalaman manusia. Ia mencoba untuk membawa seni lebih dekat dengan keseharian; keterlibatan penonton dan sensasi pengalaman seseorang ketika berhadapan dengan karyanya merupakan komponen yang vital. Multiverses and futures (2017) terdiri dari empat perangkat optik yang disebut sebagai kaleidoskop, yang terbuat dari panel baja tahan karat dengan permukaan dalam yang dipoles hingga menjadi cermin. Kaleidoskop ini merefleksikan sekaligus membagi dunia di sekitar kita menjadi pemandangan dan pengalaman baru.


Eliasson telah membuat kaleidoskop sejak pertengahan 1990-an dan Multiverses and futures (2017) bersifat interaktif. Akan tetapi, presentasi kali ini telah disesuaikan dengan protokol jaga jarak yang membatasi interaksi fisik. Dalam kondisi normal, cincin baja di sekeliling lubang pengamatan digunakan untuk menggeser dan memutar ketika kita ingin melihat detil dunia sekitar. Kaleidoskop ini menghasilkan citraan yang terus-menerus berubah mengikuti pergerakan kita. Dengan begitu, sang perupa mengajak kita untuk memikirkan ulang hubungan antara individu dengan ruang di sekitarnya.
HTMLText_F3ACAC8D_EAE7_C516_41E8_24C1C0CD234B.html =



Kemajuan Teknologi dan Perubahan Strategi


Kemajuan teknologi dan periklanan di abad ke-19 hingga ke-20 sebagai kekuatan besar ekonomi kapitalis juga merupakan salah satu stimulus dibalik penggunaan bahasa sebagai strategi artistik. Perupa Amerika Serikat, Barbara Kruger (l. 1945, Amerika Serikat) memulai karirnya sebagai desainer grafis, hal ini berdampak besar pada pengembangan gaya artistiknya. Pada Untitled (Believe/Commit) (2019), Kruger memperlihatkan foto tangan seorang pria yang memegang sebutir peluru dengan slogan “Believe Absurdity Commit Atrocity" (“Percaya Absurditas Lakukan Kehancuran”). Di pinggir kiri dan kanan terdapat kata-kata berbunyi “Don’t Make Me Laugh” (“Jangan Buatku Tertawa”) dan “Don’t Make Me Cry” (“Jangan Buatku Menangis”). Kalimat ini mengacu pada tulisan filsuf dan penulis Prancis, Voltaire. Dalam publikasinya tahun 1765 yang berjudul Questions sur les Miracles, Voltaire menyatakan "Those who can make you believe absurdities, can make you commit atrocities." (“Mereka yang dapat membuatmu percaya pada absurditas, dapat membuatmu melakukan kehancuran”). Untitled (Believe/Commit) (2019) merupakan panggilan untuk berpikir kritis pada masyarakat kita dan peringatan mengenai dampak apabila kita tidak melakukannya.


Lingga-Yoni (1994) karya perupa Indonesia Arahmaiani (l. 1961, Indonesia) menggambarkan simbol penciptaan dan regenerasi dalam agama Hindu – sebuah lingga berwarna merah dan yoni berwarna hijau – yang dilukis di atas potongan aksara Arab dan Palawa. Aksara Palawa merupakan salah satu aksara di Jawa yang lahir dari pengaruh kebudayaan India di Jawa pada abad ke-7. Baris pertama aksara Arab di bagian atas lukisan berbunyi ‘alam adalah buku’ diikuti dengan dua belas huruf pertama dalam abjad Arab. Sedangkan aksara Palawa di bagian bawah lukisan adalah baris pertama dari prasasti Jambu di Jawa Barat yang berbunyi “Gagah, mengagumkan dan jujur terhadap tugasnya adalah pemimpin manusia yang tiada taranya yang termashyur Sri Purnawarman.''Kutipan tersebut mengacu pada sang Raja Tarumanagara – kerajaan Hindu di Jawa pada abad ke-5. Melalui lukisan ini, Arahmaiani mengambil contoh dari sejarah Jawa mengenai pengaruh Hindu, Animisme, dan Islam yang dihasilkan dari sejarah perdagangan dan asimilasi budaya dan disandingkan dengan serbuan konsumerisme global untuk menggali proses adaptasi dan evolusi kebudayaan. Dalam kebudayaan Hindu dan Jawa, lingga biasanya ditempatkan di atas yoni. Akan tetapi, Arahmaiani secara sengaja menempatkan yoni di atas ligga, mematahkan tradisi yang telah ada ribuan tahun. Hal ini dapat dilihat sebagai gestur berani yang mencerminkan gagasan feminis yang muncul di abad ke-20 serta perubahan lanskap sosio-kultural masyarakat terhadap kesetaraan gender.


Sigmar Polke (l. 1941, Polandia) kerap diasosiasikan dengan Capitalist Realism, sebuah gerakan yang dimulai di Jerman pada 1960-an. Serupa dengan Pop Art Amerika dan negara lainnya yang menggabungkan citraan dari budaya populer dan iklan, Capitalist Realism mencerminkan pergeseran situasi sosial dan ekonomi Jerman pasca Perang Dunia II. The Young Acrobat (2000) merupakan bagian dari sepuluh seri karya yang dibuat dengan mesin fotokopi. Polke memanipulasi gambar acuan dengan memutar, menarik, dan mendorong gambar tersebut saat proses fotokopi yang menghasilkan motif baru. Gambar aslinya berasal dari karya H. Thiriat, yang diambil dari sebnuah buku permainan anak berjudul Kolumbus-Eier (Telur Kolumbus). Penggunaan buku tersebut juga menandakan ketertarikan filosofis di Jerman pada masa itu mengenai gagasan postmodern tentang otentisitas, seperti soal gambar asli dan salinan, dan implikasi perkembangan pengetahuan dan bentuk budaya baru. Table Dance (2002) dilukis pada dekade terakhir hidup Polke. Karya ini dibuat dengan raster, sebuah teknik yang menjadi ciri khasnya. Karya ini mengangkat isu dan konsepsi mengenai realitas pasca Perang Dunia 2 seperti pemasaran seksualitas perempuan dalam kapitalisme.



HTMLText_F3ACAC8D_EAE7_C516_41E8_24C1C0CD234B_mobile.html =



Kemajuan Teknologi dan Perubahan Strategi


Kemajuan teknologi dan periklanan di abad ke-19 hingga ke-20 sebagai kekuatan besar ekonomi kapitalis juga merupakan salah satu stimulus dibalik penggunaan bahasa sebagai strategi artistik. Perupa Amerika Serikat, Barbara Kruger (l. 1945, Amerika Serikat) memulai karirnya sebagai desainer grafis, hal ini berdampak besar pada pengembangan gaya artistiknya. Pada Untitled (Believe/Commit) (2019), Kruger memperlihatkan foto tangan seorang pria yang memegang sebutir peluru dengan slogan “Believe Absurdity Commit Atrocity" (“Percaya Absurditas Lakukan Kehancuran”). Di pinggir kiri dan kanan terdapat kata-kata berbunyi “Don’t Make Me Laugh” (“Jangan Buatku Tertawa”) dan “Don’t Make Me Cry” (“Jangan Buatku Menangis”). Kalimat ini mengacu pada tulisan filsuf dan penulis Prancis, Voltaire. Dalam publikasinya tahun 1765 yang berjudul Questions sur les Miracles, Voltaire menyatakan "Those who can make you believe absurdities, can make you commit atrocities." (“Mereka yang dapat membuatmu percaya pada absurditas, dapat membuatmu melakukan kehancuran”). Untitled (Believe/Commit) (2019) merupakan panggilan untuk berpikir kritis pada masyarakat kita dan peringatan mengenai dampak apabila kita tidak melakukannya.


Lingga-Yoni (1994) karya perupa Indonesia Arahmaiani (l. 1961, Indonesia) menggambarkan simbol penciptaan dan regenerasi dalam agama Hindu – sebuah lingga berwarna merah dan yoni berwarna hijau – yang dilukis di atas potongan aksara Arab dan Palawa. Aksara Palawa merupakan salah satu aksara di Jawa yang lahir dari pengaruh kebudayaan India di Jawa pada abad ke-7. Baris pertama aksara Arab di bagian atas lukisan berbunyi ‘alam adalah buku’ diikuti dengan dua belas huruf pertama dalam abjad Arab. Sedangkan aksara Palawa di bagian bawah lukisan adalah baris pertama dari prasasti Jambu di Jawa Barat yang berbunyi “Gagah, mengagumkan dan jujur terhadap tugasnya adalah pemimpin manusia yang tiada taranya yang termashyur Sri Purnawarman.''Kutipan tersebut mengacu pada sang Raja Tarumanagara – kerajaan Hindu di Jawa pada abad ke-5. Melalui lukisan ini, Arahmaiani mengambil contoh dari sejarah Jawa mengenai pengaruh Hindu, Animisme, dan Islam yang dihasilkan dari sejarah perdagangan dan asimilasi budaya dan disandingkan dengan serbuan konsumerisme global untuk menggali proses adaptasi dan evolusi kebudayaan. Dalam kebudayaan Hindu dan Jawa, lingga biasanya ditempatkan di atas yoni. Akan tetapi, Arahmaiani secara sengaja menempatkan yoni di atas ligga, mematahkan tradisi yang telah ada ribuan tahun. Hal ini dapat dilihat sebagai gestur berani yang mencerminkan gagasan feminis yang muncul di abad ke-20 serta perubahan lanskap sosio-kultural masyarakat terhadap kesetaraan gender.


Sigmar Polke (l. 1941, Polandia) kerap diasosiasikan dengan Capitalist Realism, sebuah gerakan yang dimulai di Jerman pada 1960-an. Serupa dengan Pop Art Amerika dan negara lainnya yang menggabungkan citraan dari budaya populer dan iklan, Capitalist Realism mencerminkan pergeseran situasi sosial dan ekonomi Jerman pasca Perang Dunia II. The Young Acrobat (2000) merupakan bagian dari sepuluh seri karya yang dibuat dengan mesin fotokopi. Polke memanipulasi gambar acuan dengan memutar, menarik, dan mendorong gambar tersebut saat proses fotokopi yang menghasilkan motif baru. Gambar aslinya berasal dari karya H. Thiriat, yang diambil dari sebuah buku permainan anak berjudul Kolumbus-Eier (Telur Kolumbus). Penggunaan buku tersebut juga menandakan ketertarikan filosofis di Jerman pada masa itu mengenai gagasan postmodern tentang otentisitas, seperti soal gambar asli dan salinan, dan implikasi perkembangan pengetahuan dan bentuk budaya baru. Table Dance (2002) dilukis pada dekade terakhir hidup Polke. Karya ini dibuat dengan raster, sebuah teknik yang menjadi ciri khasnya. Karya ini mengangkat isu dan konsepsi mengenai realitas pasca Perang Dunia 2 seperti pemasaran seksualitas perempuan dalam kapitalisme.



HTMLText_F3BA6D41_EAE7_C70E_41DF_E2C2644E2106.html =



Seni dan Sejarah Lanskap


Karya Potret Diri Sebagai Kaum Munafik (2017) ciptaan Tisna Sanjaya (l. 1958, Indonesia) merupakan saksi objek, atau artefak dari karya performans dua jam yang ditampilkan oleh sang perupa di Museum MACAN tahun 2017. Dalam performans tersebut, sang perupa menyusun 33 sajadah di atas tumpukan bubuk arang. Angka 33 merepresentasikan angka dalam dzikir. Dalam performansnya, Tisna Sanjaya berbaring di atas sajadah dan meminta pengunjung untuk menaburkan berbagai jenis rempah pada tubuhnya yang menghasilkan siluet tubuhnya. Penggunaan rempah, yang meliputi kayu manis, kunyit dan pala, merepresentasikan kekayaan alam yang menyebar di kepulauan Indonesia serta keragaman budaya dan sejarahnya. Tisna juga melakukan gestur yang menyerupai ritual seperti mencuci kaki pengunjung di akhir performans.


Karya Theaster Gates (l. 1973, Amerika Serikat) mempertanyakan isu-isu ketimpangan rasial, sosial dan ekonomi yang terkait langsung dengan kelas pekerja dan komunitas Afrika-Amerika di Chicago tempatnya bermukim dan bekerja. A Transgressive Wyoming (2017) mengacu pada arsitektur vernakular di pinggiran kota. Karya ini merupakan patung perunggu besar berbentuk Amerika Serikat dengan permukaan yang dilapisi tar – material yang digunakan di atap perumahan lokal. A Transgressive Wyoming (2017) merupakan bagian dari proyek yang dilakukan sang perupa dengan ayahnya, seorang mantan pekerja bangunan. Gates mereka ulang metode kerja ayahnya dalam menggunakan tar dan melalui proses ini mengangkat kondisi sosial komunitas kulit hitam lokal serta pekerjaan yang dibutuhkan dalam membangun rumah dengan harga terjangkau.


Sopheap Pich (l. 1971, Kamboja) pindah ke Amerika Serikat saat berusia tiga belas akibat dari kekerasan konflik politik di tanah airnya. Setelah menyelesaikan studinya di Chicago, ia kembali ke Kamboja pada 2002 dan telah membuat karya patung dengan material lokal seperti rotan dan bambu. Kekerasan yang dialaminya di masa kecil sebagai pengungsi telah mempengaruhi karya instalasi skala besar dan patungnya. Bentuk biomorfik pada bambu dan rotan menghasilkan struktur yang yang fleksibel sekaligus kuat yang menandakan ketahanan pada penyintas konflik. Pich menyatakan bahwa karya-karya grid ini, yang direduksi hingga bentuk dan material mentahnya, sebagai bentuk ‘distilasi emosi, ingatan, refleksi, yang telah mempengaruhi saya, atau tempat yang pernah saya kunjungi’.


After the Tomato Farmer (2017) ciptaan Zico Albaiquni mengambil gagasan mengenai tempat dan ruang dari ‘Lingkungan’ yang memiliki dua makna: lingkungan sosial dan lingkungan fisik (alam). Lukisan ini merupakan bagian dari seri proyek ‘self-reflection’ yang menggambarkan hubungannya dengan lingkungan sekitar dan representasi realitas.



HTMLText_F3BA6D41_EAE7_C70E_41DF_E2C2644E2106_mobile.html =



Seni dan Sejarah Lanskap


Karya Potret Diri Sebagai Kaum Munafik (2017) ciptaan Tisna Sanjaya (l. 1958, Indonesia) merupakan saksi objek, atau artefak dari karya performans dua jam yang ditampilkan oleh sang perupa di Museum MACAN tahun 2017. Dalam performans tersebut, sang perupa menyusun 33 sajadah di atas tumpukan bubuk arang. Angka 33 merepresentasikan angka dalam dzikir. Dalam performansnya, Tisna Sanjaya berbaring di atas sajadah dan meminta pengunjung untuk menaburkan berbagai jenis rempah pada tubuhnya yang menghasilkan siluet tubuhnya. Penggunaan rempah, yang meliputi kayu manis, kunyit dan pala, merepresentasikan kekayaan alam yang menyebar di kepulauan Indonesia serta keragaman budaya dan sejarahnya. Tisna juga melakukan gestur yang menyerupai ritual seperti mencuci kaki pengunjung di akhir performans.


Karya Theaster Gates (l. 1973, Amerika Serikat) mempertanyakan isu-isu ketimpangan rasial, sosial dan ekonomi yang terkait langsung dengan kelas pekerja dan komunitas Afrika-Amerika di Chicago tempatnya bermukim dan bekerja. A Transgressive Wyoming (2017) mengacu pada arsitektur vernakular di pinggiran kota. Karya ini merupakan patung perunggu besar berbentuk Amerika Serikat dengan permukaan yang dilapisi tar – material yang digunakan di atap perumahan lokal. A Transgressive Wyoming (2017) merupakan bagian dari proyek yang dilakukan sang perupa dengan ayahnya, seorang mantan pekerja bangunan. Gates mereka ulang metode kerja ayahnya dalam menggunakan tar dan melalui proses ini mengangkat kondisi sosial komunitas kulit hitam lokal serta pekerjaan yang dibutuhkan dalam membangun rumah dengan harga terjangkau.


Sopheap Pich (l. 1971, Kamboja) pindah ke Amerika Serikat saat berusia tiga belas akibat dari kekerasan konflik politik di tanah airnya. Setelah menyelesaikan studinya di Chicago, ia kembali ke Kamboja pada 2002 dan telah membuat karya patung dengan material lokal seperti rotan dan bambu. Kekerasan yang dialaminya di masa kecil sebagai pengungsi telah mempengaruhi karya instalasi skala besar dan patungnya. Bentuk biomorfik pada bambu dan rotan menghasilkan struktur yang yang fleksibel sekaligus kuat yang menandakan ketahanan pada penyintas konflik. Pich menyatakan bahwa karya-karya grid ini, yang direduksi hingga bentuk dan material mentahnya, sebagai bentuk ‘distilasi emosi, ingatan, refleksi, yang telah mempengaruhi saya, atau tempat yang pernah saya kunjungi’.


After the Tomato Farmer (2017) ciptaan Zico Albaiquni mengambil gagasan mengenai tempat dan ruang dari ‘Lingkungan’ yang memiliki dua makna: lingkungan sosial dan lingkungan fisik (alam). Lukisan ini merupakan bagian dari seri proyek ‘self-reflection’ yang menggambarkan hubungannya dengan lingkungan sekitar dan representasi realitas.



### Tooltip Button_CCCFDA06_E1F2_591B_41E6_2979B033C29E.toolTip = \ Button_CCCFDA06_E1F2_591B_41E6_2979B033C29E_mobile.toolTip = \ ## Media ### Subtitle panorama_E5338A77_FD29_3E10_41CD_94DBD0249FDC.subtitle = PHOTO_1230_GPR panorama_E8BCFDE8_FDDF_3A30_41E9_8EC40BC99B6B.subtitle = PHOTO_1241_GPR panorama_E8CF04C5_FDDE_EA70_419E_15DE90ADD5B6.subtitle = PHOTO_1165_GPR panorama_E8E92D84_FDDF_1AF0_41D8_20805FAF5890.subtitle = PHOTO_1247_GPR panorama_E8EDCD65_FDDF_1A30_41E7_93128915A486.subtitle = PHOTO_1162_GPR panorama_E9150A1C_FDDE_FE10_41BB_80F31E89CC26.subtitle = PHOTO_1229_GPR panorama_E9413E3C_FDDF_3610_41C7_4B29676D5CE2.subtitle = PHOTO_1236_GPR panorama_E96B1213_FDDF_6E10_41D0_9BA5ED7A9A30.subtitle = PHOTO_1235_GPR panorama_E9901082_FDD9_2AF0_41E0_9A75944B9D56.subtitle = PHOTO_1216_GPR panorama_E9ACAC06_FDDB_39F0_41CD_6766FB3C0B77.subtitle = PHOTO_1221_GPR panorama_E9B76D9E_FDD9_1A10_41DA_786036CDE625.subtitle = PHOTO_1215_GPR panorama_E9BB8E68_FDD9_1630_41ED_C1159C06D703.subtitle = PHOTO_1210_GPR panorama_E9C94DBE_FDD9_7A10_41EE_7D93D70D91A3.subtitle = PHOTO_1180_GPR panorama_E9D9A74B_FDD9_3670_41BC_E91D95E3623B.subtitle = PHOTO_1185_GPR panorama_E9E89F2B_FDD9_F630_41E7_C7A88F28B123.subtitle = PHOTO_1177_GPR panorama_E9FB73C5_FDD9_2E70_41A3_C42B7841E02A.subtitle = PHOTO_1168_GPR panorama_EBA4F97E_FD29_1A10_41EA_E9517523BFD0.subtitle = PHOTO_1242_GPR panorama_EE0AF3D2_FDDB_6E10_41E0_E513F82BFAE0.subtitle = PHOTO_1204_GPR panorama_EE0C0F8E_FDDB_16F0_41E4_4A1F2BC37B0A.subtitle = PHOTO_1203_GPR panorama_EE106D08_FDDB_1BF0_41EE_AE1CF1BB4A12.subtitle = PHOTO_1209_GPR panorama_EE1B6E95_FDDB_1610_41A0_AEB9FC55234A.subtitle = PHOTO_1198_GPR panorama_EE6AAB51_FDDB_1E10_41E6_7C4E24E8F5BF.subtitle = PHOTO_1197_GPR panorama_EE71B844_FDDB_1A70_41EA_DFA94207E5D8.subtitle = PHOTO_1192_GPR panorama_EE775C65_FDD9_3A30_41C0_1FEA010A26D3.subtitle = PHOTO_1224_GPR ### Title panorama_E5338A77_FD29_3E10_41CD_94DBD0249FDC.label = Spot 16 panorama_E8BCFDE8_FDDF_3A30_41E9_8EC40BC99B6B.label = Spot 20 panorama_E8CF04C5_FDDE_EA70_419E_15DE90ADD5B6.label = Spot 23 panorama_E8E92D84_FDDF_1AF0_41D8_20805FAF5890.label = Semesta dan Angan panorama_E8EDCD65_FDDF_1A30_41E7_93128915A486.label = Multisemesta dan masa depan panorama_E9150A1C_FDDE_FE10_41BB_80F31E89CC26.label = Spot 15 panorama_E9413E3C_FDDF_3610_41C7_4B29676D5CE2.label = Seni dan Sejarah Lanskap panorama_E96B1213_FDDF_6E10_41D0_9BA5ED7A9A30.label = Spot 17 panorama_E9901082_FDD9_2AF0_41E0_9A75944B9D56.label = Spot 10 panorama_E9ACAC06_FDDB_39F0_41CD_6766FB3C0B77.label = Semesta dan Angan panorama_E9B76D9E_FDD9_1A10_41DA_786036CDE625.label = Seni Kejenakaan panorama_E9BB8E68_FDD9_1630_41ED_C1159C06D703.label = Spot 8 panorama_E9C94DBE_FDD9_7A10_41EE_7D93D70D91A3.label = Seni dan Inklusivitas panorama_E9D9A74B_FDD9_3670_41BC_E91D95E3623B.label = Spot 14 panorama_E9E89F2B_FDD9_F630_41E7_C7A88F28B123.label = Spot 11 panorama_E9FB73C5_FDD9_2E70_41A3_C42B7841E02A.label = Spot 12 panorama_EBA4F97E_FD29_1A10_41EA_E9517523BFD0.label = Spot 19 panorama_EE0AF3D2_FDDB_6E10_41E0_E513F82BFAE0.label = Menghilangkan Jarak panorama_EE0C0F8E_FDDB_16F0_41E4_4A1F2BC37B0A.label = Menghilangkan Jarak panorama_EE106D08_FDDB_1BF0_41EE_AE1CF1BB4A12.label = Menghilangkan Jarak panorama_EE1B6E95_FDDB_1610_41A0_AEB9FC55234A.label = Kemajuan Teknologi dan Perubahan Strategi panorama_EE6AAB51_FDDB_1E10_41E6_7C4E24E8F5BF.label = Spot 5 panorama_EE71B844_FDDB_1A70_41EA_DFA94207E5D8.label = Spot 6 panorama_EE775C65_FDD9_3A30_41C0_1FEA010A26D3.label = Tentang Pameran panorama_F6307B28_F9B4_1D9F_41EC_C929B9ECE860.label = cover video_4790EF12_53F1_59B7_41B6_74D4B1780FC3.label = Macan Dreams Video Karya-720p