Karya Hutan yang Hilang (2021) dari kolektif perupa Tromarama yang dipamerkan di Ruang Seni Anak Museum MACAN menampilkan sebuah hutan virtual dan instalasi interaktif yang membahas relasi antara manusia-teknologi-alam, terutama dalam kaitannya dengan pelestarian biodiversitas alami.

Hubungan antara manusia-teknologi-alam ini juga tercermin dalam praktik nyata yang dilakukan oleh Masyarakat Adat Dalem Tamblingan dan Alas Mertajati. Alas Mertajati adalah sebuah hutan yang terletak di daerah Danau Tamblingan, Buleleng Bali. Bagi Masyarakat Adat Dalem Tamblingan, Alas (hutan) Mertajati berarti sumber kehidupan sejati, yang tidak hanya menjadi tempat peribadatan dari 17 pura suci bersejarah, tetapi juga hutan yang kaya akan keanekaragaman hayati dengan nilai-nilai sosio-ekologis bagi masyarakat setempat.

Saat ini Alas Mertajati merupakan hutan negara, namun demi menjaga kesakralan dari Alas Mertajati, masyarakat Adat Dalem Tamblingan tengah mengupayakan agar Alas Mertajati dapat menjadi hutan adat untuk dikelola sesuai dengan ajaran dari Piagem Gama Tirta yang menekankan pada harmoni antara manusia dan alam, terutama sumber-sumber mata air.

Salah satu upaya yang dilakukan Masyarakat Adat Dalem Tamblingan Bali dalam perjuangan panjang ini adalah pemetaan digital flora dan fauna melalui teknologi GPS (Global Positioning System) yang tersebar di area 1,300 hektare Alas Mertajati. Upaya pemetaan ini dilakukan untuk mengidentifikasi kondisi riil di hutan, termasuk untuk mendata spesies-spesies yang hampir/telah punah, sehingga aksi penyelamatan hutan dapat dilakukan. Selain itu, data digital yang dikumpulkan juga akan dirilis kepada publik sebagai sebuah “prasasti digital” sehingga masyarakat dan generasi mendatang dapat mengetahui sejarah dan potensi keanekaragaman hayati di Alas Mertajati.