Sebagai salah satu mitra budaya dalam ART SG 2023 di Singapura, presentasi Museum MACAN mengangkat peran museum dalam mendukung riset artistik di Indonesia. Karya-karya yang ditampilkan dalam presentasi ini meliputi karya baru yang tengah dikembangkan oleh tiga perupa muda Indonesia: Aliansyah Caniago, Ika Arista, dan Rizki Lazuardi. Proses riset dan penciptaan karya ini merupakan bagian dari proyek komisi kreatif yang diinisiasi oleh Museum MACAN dan British Council Indonesia pada tahun 2022, di mana masing-masing perupa merespon isu-isu G20, yaitu arsitektur kesehatan global, transformasi ekonomi digital, dan transisi energi.

Aliansyah Caniago melalui proyek All Seems New Under the Sun melakukan ekspedisi ke wilayah Barus, Sumatra Utara, untuk membangun diskusi dengan masyarakat setempat mengenai keterkaitan antara pohon Barus dan pengaruh warisan kolonial pada permasalahan-permasalahan ekologi hari ini. Adanya krisis akses fasilitas kesehatan di masa pandemi mendorong Ika Arista menggagas proyek Keris Panangko yang hendak mengkaji ulang kepercayaan pada keris, melampaui pemahamannya sebagai mitos. Rizki Lazuardi melalui Perpetual Bull mencoba melihat ke masa depan melalui sebuah spekulasi pasar energi-energi terbarukan yang telah mampu diukur dan bahkan telah menjadi sebuah komoditas.

Seiring dengan investigasi artistik yang akan terus dilakukan oleh masing-masing perupa, proyek komisi ini bertujuan untuk memperluas peran serta kontribusi museum seni dan institusi budaya dalam mendukung penelitian jangka panjang dan memfasilitasi dialog antara perupa, peneliti ahli, dan komunitas lokal. Dengan mengeksplorasi beragam pendekatan praktik seni kontemporer, proyek ini menawarkan pembacaan kritis, kesempatan refleksi dan spekulasi terhadap sudut pandang baru dalam mewujudkan dinamika medan seni rupa yang inklusif dan interdisipliner.

ART SG | 12–15 Januari 2023

di Marina Bay Sands Expo & Convention Centre, Singapura. Klik di sini untuk mendapatkan tiket Anda!

Aliansyah Caniago

Aliansyah Caniago (l. 1987) membagi waktunya antara Bandung dan Barus, Indonesia, dan London, Inggris. Lulusan dari Seni Lukis dari Institut Teknologi Bandung, Caniago saat ini menempuh pendidikan di Goldsmiths, University of London. Melalui intervensi lokasi spesifik, instalasi dan performans durasi panjang, ia tertarik pada interaksi langsung dengan komunitas untuk mengembangkan karya seni yang dapat melebur dalam masyarakatnya, melakukan pendekatan kreatif di wilayah-wilayah konflik dan mencoba memperbaiki lingkungan yang rusak. Pertanyaan tentang identitas dan lingkungan, tradisi dan modernitas telah menjadi inti karyanya. Gagasan 'lanskap' juga berperan penting dalam praktik yang ia kembangkan lewat beragam metode pendekatan. Dalam sejumlah performans, ia mengeksplorasi hubungan tubuh kita yang erat dengan lanskap, bagaimana kita bisa berbaur atau menonjol, serta bagaimana kita menjadi bagian dari lingkungan atau perpanjangannya.

Ika Arista

Ika Arista (l. 1990) adalah penduduk asli Aeng Tong Tong, Sumenep, Indonesia. Ketertarikannya pada warisan budaya senjata tradisional seperti keris, badik, dan tombak berasal dari tradisi keluarga yang telah melintasi generasi secara turun-temurun. Dalam dunia yang masih didominasi laki-laki dan dianggap maskulin, Ika merupakan salah satu dari sedikit empu (ahli pembuat keris) perempuan dan ia meyakini keris sebagai warisan Nusantara tetap relevan hingga saat ini, terutama bagi generasi muda. Penelitian dan eksplorasinya mengenai aspek kontemporer dari keris menjadi sebuah upaya untuk memperdalam pemahaman mengenai keris di luar tradisi mistisnya, tetapi juga menginvestigasi materialitas keris dan fungsinya dalam praktik kesehatan modern di desa Aeng Tong Tong. 

Rizki Lazuardi

Rizki Lazuardi (l. 1982) adalah perupa dan kurator Indonesia yang banyak bekerja dengan gambar bergerak dan sinema yang diperluas (expanded cinema). Ia memperoleh gelar MA di bidang film dan seni media di Hochschule für bildende Künste Hamburg. Praktik artistiknya berpusat pada relasi subjek dengan informasi yang dilembagakan. Karya dan programnya telah ditampilkan pada sejumlah festival, pameran, atau institusi, antara lain IFFR Rotterdam, Yokohama Triennale, OK Video Jakarta, Festival Seni Media Eropa Osnabrück, Image Forum Tokyo, dan YCAM Yamaguchi. Pada 2019, ia dikomisi untuk melakukan penelitian artistik terhadap arsip film kolonial di Institute for Sound and Vision, Hilversum, Belanda. Lazuardi adalah konsultan program untuk Arsenal Berlin dalam pemilihan film Asia di Berlinale Forum 2021.

Lazuardi adalah sepertiga dari Indeks.