Apa yang mendorong seorang perupa, individu, atau komunitas untuk menyuarakan pemikiran yang tampak tak masuk akal, atau untuk menantang status quo? Bagaimana interaksi lintas generasi memengaruhi nilai-nilai dan budaya yang dilestarikan? Voice Against Reason mengurai pertanyaan-pertanyaan tersebut. Mempertemukan seni, sejarah, politik, dan spiritualisme, proyek ini menelaah peran bahasa dan sastra sebagai salah satu alat yang membentuk pengalaman dan persepsi kita akan dunia.

Salah satu karya yang ditampilkan dalam pameran ini adalah Bisma (2023), patung kayu ciptaan perupa I Wayan Jana. Karya ini merupakan interpretasi sang perupa terhadap kisah Bisma Dewabrata dalam wiracarita Mahabharata.

Dikisahkan Dewabrata adalah pewaris tahta kerajaan Hastinapura, yang memilih untuk melepas haknya sebagai putra mahkota demi kebahagiaan ayahnya yang hendak menikahi Dewi Satyawati. Dewabrata bersumpah untuk tidak menikah seumur hidupnya sehingga kelak hanya keturunan Satyawati yang akan menduduki tahta kerajaan.

Sumpahnya mengetuk hati para Dewa yang menganugrahinya nama baru, Bisma—dia yang memiliki sumpah yang dahsyat. Ia juga diberkati dengan pilihan untuk menentukan waktu kematiannya sendiri.

Perebutan tahta terjadi pada dua generasi berikutnya, yaitu antara Pandawa dan Kurawa, yang menimbulkan pecahnya Bharatayuddha—perang antara keturunan Bharata. Pertempuran ini memuncak pada pembuktian sumpah Bisma sekaligus menunjukkan seberapa besar pengorbanan seorang kesatria sejati.

Merespon karya dan cerita tersebut, sesi ini menghadirkan Agus Aris Munandar, Guru Besar Aktif Arkeologi Universitas Indonesia yang berfokus pada kajian ikonografi Hindu-Buddha dan penelitian sejarah Nusantara kuno. Dirancang sebagai sesi kuliah performans, Agus akan menceritakan kisah Bisma dan berbagi sudut pandang terkait nilai spiritualisme yang dapat kita teladani di masa kini.

I Wayan Jana (l. Indonesia, 1968). Bisma (2023). Ukiran pada kayu suar. 100 x 200 x 50 cm. Koleksi milik perupa. Tampak instalasi pameran ‘Voice Against Reason’, Museum MACAN, Jakarta, 2023. Gambar milik Museum MACAN.

Sabtu, 24 Februari 2024 pukul 14.00–15.00 WIB di Ruang Gagasan Museum MACAN-ERHA

Sesi ini terdiri dari paparan yang akan disampaikan dalam Bahasa Indonesia dan dapat diakses publik dengan tiket museum yang berlaku.

Beli Tiket

Untuk informasi lebih lanjut mengenai program ini, silakan hubungi Departemen Edukasi dan Program Publik melalui WhatsApp di +62 812 8882 3755.

Prof. Dr. Agus Aris Munandar (l. 1959) adalah Guru Besar Aktif Tetap Departemen Arkeologi, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia. Ia menempuh pendidikan sarjana, pascasarjana, dan doktoral dalam kajian arkeologi Universitas Indonesia dengan fokus kajian pada Arkeologi Hindu-Buddha Indonesia abad ke-5 hingga ke-15 Masehi. Ia aktif menulis artikel dan jurnal yang diterbitkan di dalam dan luar negeri dan telah menerbitkan sejumlah buku, di antaranya Ibukota Majapahit, Masa Jaya dan Pencapaian (2009) dan Gajah Mada: Biografi Politik (2010).